Bota Bujak

Bota Bujak
Ataili, kampung kecil, unik, menyimpan banyak misteri. Kekayaan warisan budaya, adat istiadat didaur ulang sehingga menjadi ramuan yang berguna demi kehidupan bersama. Ola glekat lewotana adalah kewajiban setiap anak tanah. Kritik sosial penting untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam era arus globalisasi. Tulis apa adanya, jangan menipu (bahasa lokal: akalbae).

August 27, 2014

PENGARUH TRAGEDI WULANDONI TERHADAP PASAR


Pertanyaannya, sejauh manakah  pengaruh tragedi Wulandoni terhadap nilai tukar rupiah?. Pasar global tentu tak punya pengaruh apapun terhadap nilai tukar rupiah pasca tragedi Wulandoni. Orang akan tenang-tenang saja karena tak ada saham besar terinfes di pasar barter Wulandoni. Para pemegang saham besar di belahan dunia lain akan memandang sebelah mata atas tragedi Wulandoni.  Lalu apa dampaknya terhadap masyarakat lokal?
Pertama; Ikon pasar Barter Wulandoni terekpos ke seluruh belahan dunia karena mungkin satu-satunya (unik). Kabupaten Lembata memiliki ikon ini dan karena keunikannya menarik banyak wisatawan asing (baca: hasil penelitian wisatawan asing). Pertumpahan darah dalam perang tanding merupakan sebuah label yang mengerihkan terhadap minat wisatawan lokal maupun asing. Minat akan semakin berkurang dan kerugian ada pada masyarakat lokal dan Pemda Lembata.  Tugas utama adalah mengembalikan ikon ini seperti semula.
Kedua, Pasca tragedi Wulandoni, pasar Barter tampak loyo. Orang masih trauma dengan tragedi Wulandoni. Kedua belah pihak belum bisa saling tukar menukar barang. Pertumpahan darah dalam tragedi wulandoni menurut tradisi adat istiadat tak bisa dilakukan tukar menukar barang sebelum seremonial secara adat. Jadi nilai tukar barang di pasar barter untuk sementara ini tak punya nilai.  Ini adalah imbas  terberat yang turut mempegaruhi pasar barter pasca tragedi Wulandoni.
Lalu apa yang perlu dilakukan?.  Pemerintah Lembata harus melihat hal ini sebagai hal yang sangat penting dalam proses perdamaian. Perdamaian tidak hanya sekedar penandatanganan surat damai tetapi melalui seremonial adat istiadat dalam bahasa daerah Ataili “glawet malu kleruk”. Artinya bahwa mereka saling memberi makan siri pinang. Tujuan selanjutnya adalah barang makan minum milik orang Pantai Harapan bisa dimakan orang Wulandoni dan sebaliknya.  Ini adalah tradisi yang selalu dipegang teguh. Dengan demikian pasar barter akan hidup kembali. Alangkah baiknya pemerintah membuat mediasi tidak  alakadarnya melainkan melihat sejauh mana imbas yang akan terjadi dalam masyarakat adat khususnya terhadap pasar barter Wulandoni. Masyarakat sekitarnya selama ini bisa survive  karena adanya pasar Wulandoni. 

TRAGEDI WULANDONI DI BALIK TRADISI LELUHUR


“Smei tongawa” adalah frase dalam bahasa daerah Ataili untuk memberitahu kutukan kepada orang yang telah membunuh sesama. Smei tongawa artinya juga kutukan kepada seorang pembunuh. Darah itu  akan terus memanggil dan mengutuk. Dalam kitab Kejadian, Kain membunuh Abel dihukum sampai tujuh turunan Kej, 4:15 dan darah itu akan berteriak dari tanah, bdk. Kej: 4:10. “Smei tongawa” dalam tradisi leluhur  paralel dengan kisah Kain dan Abel dalam Kitab Kejadian di atas, maka  tragedi Wulandoni perlu dilihat dari sisi tradisi para leluhur untuk menyelesaikan  konflik.
            Penandatangan surat penyataan perdamaian, pembuatan monumen perdamaian tidak disertai dengan seremoni menurut tradisi leluhur tidak akan menyelesaikan masalah sampai ke akar-akarnya.  “Smei tongawa” dalam tradisi leluhur akan terus berteriak dan meminta darah. Mungkin ini pemikiran sangat kuno dan tak sepadan dengan kehidupan modern sehingga hal –hal seperti ini dianggap sebuah lelucon. Apakah “smei tongawa” adalah sebuah lelucon? Saya kira tidak. Orang Lembata masih memiliki tradisi kuat mengenai smei tongawa. Smei tongawa adalah beban moril seumur hidup. Seremoni perdamaian menurut tata cara leluhur adalah cara terbaik untuk meringankan beban moril seumur hidup atas kutukan smei tongawa.
            Pemerintah Lembata harus memberi ruang kepada kedua desa yaitu Pantai Harapan dan Wulandoni untuk menyelesaikan tragedi  Wulandoni dari sisi tradisi para leluhur. Penyelesaian dan penandatanganan batas wilayah  kemudian dibuat seremoni berdasarkan tradisi leluhur adalah dua aspek penting yang tak bisa ditawar.
           

August 21, 2014

TANAH TUMPAH DARAHKU (Catatan Pasca Tragedi Wulandoni)


Tempat kelahiran, tanah air, kampung halaman disebut juga “tanah tumpah darah”.  Alasannya bahwa tempat di mana kita dilahirkan,  seorang ibu menumpahkan darahnya. Taruhannya adalah nyawa ketika seorang ibu yang sedang berusaha melahirkan anaknya.  Tanah tempat kelahiran kita adalah sakral karena itu harus dijaga dan dibela bahkan nyawa menjadi taruhannya. Para pahlawan bangsa kita adalah orang yang membela tanah air sampai mengorbankan nyawanya. Mereka membela bangsa dan mempertahankan tanah tumpah darahnya. Sepenggal syair lagu kebangsaan  kita  tentang “ tanah tumpah darah” sesungguhnya mengarah pada arti di atas.
Perang tanding telah terjadi di beberapa tempat di wilayah Indonesia termasuk perang tanding antara desa Pantai Harapan dan Desa Wulandoni adalah semangat jiwa yang mengakar pada pribahasa “tanah tumpah darah”.  Nyawa adalah taruhan ketika mereka berjuang untuk membela dan mempertahankan tanah tumpah darahnya masing-masing. Membela dan mempertahankan tanah tumpah darah adalah semangat dan jiwa bangsa Indonesia yang telah ditanamkan berabad-abad lamanya ketika kita dijajah oleh bangsa Belanda. Warisan jiwa kebangsaan untuk mempertahankan tanah tumpah darah menjadi jiwa anak bangsa dari generasi ke generasi karena semangat ini diamini  setiap kali mereka menyanyikan lagu kebangsaan.
Momentum 17 Agustus 2014 rupanya dimanfaatkan oleh masyarakat desa Pantai Harapan dan desa Wuladoni untuk melakukan aksi heroik dengan perang tanding untuk membela dan mempertahankan tanah tumpah darahnya masing-masing.  Desa Pantai Harapan dan desa Wulandoni bertetangga dan bertahun-tahun, mereka menjalin sebuah persahabatan semu. Mereka hidup dalam kungkungan dan bukan kemerdekaan maka aksi perang tanding sesungguhnya merupakan sebuah teriakan untuk memerdekakan diri.
Tak perlu mencari kambing yang hitam dan menjadikan diri kita kambing putih untuk berdiri di antara kedua desa. Itu bukan berarti sama sekali tidak ada jembatan yang dapat menghubungkan kedua desa di atas. Teriakan perang tanding adalah gong yang tidak diinginkan oleh semua orang akan tetapi menjadi sebuah peringatan keras untuk segera diselesaikan. Yang hanya bisa menjembatani kedua bela pihak adalah Pemerintah daerah Lembata yang sedang menjalankan tugas di kabupaten Lembata.  Gong kekeraan harus disambut dengan gong perdamaian. Lebih cepat lebih baik.........