Suku-suku yang ada di desa Ataili, Lembata memiliki tradisi kuat
mengenai “liri Wanan”. Liri Wanan artinya “tiang kanan rumah”. Tiang Kanan rumah induk suku adalah tempat
keramat. Ketika ada anggota suku mengalami suka dan duka pasti dia datang ke liri wanan
suku untuk membuat upacara pemujaan kepada para leluhur suku dan Lera Wulan Tana
Ekan. Ini adalah tradisi yang paling kuat dan sulit dihilangkan. Mungkin saja “Nubar”
tempat pemujaan umum bisa dibongkar oleh para misionaris tetapi Liri wanan
adalah warisan pemujaan suku yang tak
pernah akan hilang. Alasannya:
1.
Tempat pemersatu suku termasuk
arwah leluhur anggota suku.
2.
Tempat meminta berkat dan kutuk
3.
Senantiasa dikabulkan
4.
Tempat untuk mengadakan nazar
Ada beberapa contoh yang mungkin akan memperjelas persoalan ini.
Petama, Jika salah seorang anggota suku yang hendak menikah, maka kepala rumah liri wanan akan mengadakan pemujaan di liri
wanan. Dia meminta berkat agar upacara perkawinan, adat istiadat (soal belis),
akan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan. Kedua, jika ada persoalan yang
terjadi tanpa ada keputusan maka dia akan pergi ke liri wanan dan membuat
nazar. Orang yang bersalah akan mendapat hukuman dari arwah leluhur suku. Ini adalah hal yang paling
ditakuti karena hukuman akan terjadi dan
sungguh terjadi. Tradisi liri wanan sangat kuat dan berlangsung dengan baik
hingga sekarang.
Orang yang mengadakan pemujaan di liri wanan sekaligus dia
adalah orang Katolik. Persoalannya, mengapa ia tidak meminta berkat dan kutuk
kepada Tuhan melalui Yesus Kristus?
Agama Katolik memang lahir di Asia tetapi berkembang di
Eropa saat itu. Kita orang Asia mendapat warisan tradisi iman Katolik ala Eropa berkat para misionaris. Warta gembira yang taburkan jelas tidak memiliki akar yang
kuat karena kurang memperhatikan adat istiadat
dan religiositas rakyat lokal. Agama Katolik menjadi agama minor di Asia
dan sangat berbeda dengan Agama lain seperti Islam, Hindu dan Buddha. Persoalan
ini telah lama disinyalir para teolog seperti Aloysius Pieris, Tissa
Balasuriya. Michael Amaladoss. Sabda
belum menjadi manusia Asia demikian kata Pieris. Asia termasuk Indonesia dan
khususnya orang Lamaholot memiliki religio kultural yang yang sangat kuat. Oleh
karena itu A. Pieris menawarkan tiga hal penting yang perlu diperhatikan
adalah: 1. heterogenitas linguistic 2. integrasi unsur-unsur kosmik dan
metakosmik dalam agama-agama di Asia, dan 3. kehadiran luar biasa dari
ajaran-ajaran keselamatan (soteriologis ) bukan Kristen.
Berhadapan
dengan konsep “liri wanan” tiga pilar utama yang ditawarkan Pieris sungguh
sangat menyentuh masyarakat Ataili. Liri Wanan adalah kata kunci dalam soal
bahasa religiositas Rakyat yang perlu diangkat kembali karena Liri wanan menyatu dengan kehidupan
masyarakat Ataili sehari-hari. Liri Wanan, Nuba Nara adalah unsur-unsur Kosmis
dan metakosmis sekaligus mengandur unsur
soteriologis dalam religiositas
masyarakat Ataili. Kristus menjadi semua
dalam semua (Kristus Kosmis). Mungkin kita akan jatuh pada pantheisme tetapi
bagi masyarakat Ataili justru di situlah letak kekuatan di mana Yesus masuk
dalam sebuah kultur.
Liri
Wanan harus disatukan dengan Yesus Kristus sehingga menjadi semua dalam semua.
Dia adalah awal dan akhir dari segala sesuatu. “YESUS ADALAH LIRI WANAN
SEJATI”. Siapapun yang datang ke Liri Wanan berhadapan dengan Yesus Kristus.
No comments:
Post a Comment