Bota Bujak

Bota Bujak
Ataili, kampung kecil, unik, menyimpan banyak misteri. Kekayaan warisan budaya, adat istiadat didaur ulang sehingga menjadi ramuan yang berguna demi kehidupan bersama. Ola glekat lewotana adalah kewajiban setiap anak tanah. Kritik sosial penting untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam era arus globalisasi. Tulis apa adanya, jangan menipu (bahasa lokal: akalbae).

July 25, 2013

YESUS KRISTUS, “LIRI WANAN SEJATI”


Suku-suku yang ada di desa Ataili, Lembata memiliki tradisi kuat mengenai “liri Wanan”. Liri Wanan artinya “tiang kanan rumah”.  Tiang Kanan rumah induk suku adalah tempat keramat. Ketika ada anggota suku mengalami  suka dan duka pasti dia datang ke liri wanan suku  untuk membuat upacara pemujaan  kepada para leluhur suku dan Lera Wulan Tana Ekan. Ini adalah tradisi yang paling kuat dan sulit dihilangkan. Mungkin saja “Nubar” tempat pemujaan umum bisa dibongkar oleh para misionaris tetapi Liri wanan adalah  warisan pemujaan suku yang tak pernah akan hilang. Alasannya:

1.     Tempat pemersatu suku termasuk arwah leluhur anggota suku.
2.     Tempat meminta berkat dan kutuk
3.     Senantiasa dikabulkan
4.     Tempat untuk mengadakan nazar

Ada beberapa contoh yang mungkin akan memperjelas persoalan ini. Petama, Jika salah seorang anggota suku yang hendak menikah, maka kepala rumah  liri wanan akan mengadakan pemujaan di liri wanan. Dia meminta berkat agar upacara perkawinan, adat istiadat (soal belis), akan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan. Kedua, jika ada persoalan yang terjadi tanpa ada keputusan maka dia akan pergi ke liri wanan dan membuat nazar. Orang yang bersalah akan mendapat hukuman dari arwah leluhur  suku. Ini adalah hal yang paling ditakuti  karena hukuman akan terjadi dan sungguh terjadi. Tradisi liri wanan sangat kuat dan berlangsung dengan baik hingga sekarang.
Orang yang mengadakan pemujaan di liri wanan sekaligus dia adalah orang Katolik. Persoalannya, mengapa ia tidak meminta berkat dan kutuk kepada Tuhan melalui Yesus Kristus?
Agama Katolik memang lahir di Asia tetapi berkembang di Eropa saat itu. Kita orang Asia mendapat warisan tradisi iman Katolik ala Eropa  berkat para misionaris. Warta gembira  yang taburkan jelas tidak memiliki akar yang kuat karena kurang memperhatikan adat istiadat  dan religiositas rakyat lokal. Agama Katolik menjadi agama minor di Asia dan sangat berbeda dengan Agama lain seperti Islam, Hindu dan Buddha. Persoalan ini telah lama disinyalir para teolog seperti Aloysius Pieris, Tissa Balasuriya. Michael Amaladoss.  Sabda belum menjadi manusia Asia demikian kata Pieris. Asia termasuk Indonesia dan khususnya orang Lamaholot memiliki religio kultural yang yang sangat kuat. Oleh karena itu A. Pieris menawarkan tiga hal penting yang perlu diperhatikan adalah: 1. heterogenitas linguistic 2. integrasi unsur-unsur kosmik dan metakosmik dalam agama-agama di Asia, dan 3. kehadiran luar biasa dari ajaran-ajaran keselamatan (soteriologis ) bukan Kristen.
Berhadapan dengan konsep “liri wanan” tiga pilar utama yang ditawarkan Pieris sungguh sangat menyentuh masyarakat Ataili. Liri Wanan adalah kata kunci dalam soal bahasa religiositas Rakyat yang perlu diangkat kembali  karena Liri wanan menyatu dengan kehidupan masyarakat Ataili sehari-hari. Liri Wanan, Nuba Nara adalah unsur-unsur Kosmis dan metakosmis sekaligus  mengandur unsur soteriologis  dalam religiositas masyarakat Ataili.  Kristus menjadi semua dalam semua (Kristus Kosmis). Mungkin kita akan jatuh pada pantheisme tetapi bagi masyarakat Ataili justru di situlah letak kekuatan di mana Yesus masuk dalam sebuah kultur.
Liri Wanan harus disatukan dengan Yesus Kristus sehingga menjadi semua dalam semua. Dia adalah awal dan akhir dari segala sesuatu. “YESUS ADALAH LIRI WANAN SEJATI”. Siapapun yang datang ke Liri Wanan berhadapan dengan Yesus Kristus.

No comments:

Post a Comment