Bota Bujak

Bota Bujak
Ataili, kampung kecil, unik, menyimpan banyak misteri. Kekayaan warisan budaya, adat istiadat didaur ulang sehingga menjadi ramuan yang berguna demi kehidupan bersama. Ola glekat lewotana adalah kewajiban setiap anak tanah. Kritik sosial penting untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam era arus globalisasi. Tulis apa adanya, jangan menipu (bahasa lokal: akalbae).

August 21, 2014

TANAH TUMPAH DARAHKU (Catatan Pasca Tragedi Wulandoni)


Tempat kelahiran, tanah air, kampung halaman disebut juga “tanah tumpah darah”.  Alasannya bahwa tempat di mana kita dilahirkan,  seorang ibu menumpahkan darahnya. Taruhannya adalah nyawa ketika seorang ibu yang sedang berusaha melahirkan anaknya.  Tanah tempat kelahiran kita adalah sakral karena itu harus dijaga dan dibela bahkan nyawa menjadi taruhannya. Para pahlawan bangsa kita adalah orang yang membela tanah air sampai mengorbankan nyawanya. Mereka membela bangsa dan mempertahankan tanah tumpah darahnya. Sepenggal syair lagu kebangsaan  kita  tentang “ tanah tumpah darah” sesungguhnya mengarah pada arti di atas.
Perang tanding telah terjadi di beberapa tempat di wilayah Indonesia termasuk perang tanding antara desa Pantai Harapan dan Desa Wulandoni adalah semangat jiwa yang mengakar pada pribahasa “tanah tumpah darah”.  Nyawa adalah taruhan ketika mereka berjuang untuk membela dan mempertahankan tanah tumpah darahnya masing-masing. Membela dan mempertahankan tanah tumpah darah adalah semangat dan jiwa bangsa Indonesia yang telah ditanamkan berabad-abad lamanya ketika kita dijajah oleh bangsa Belanda. Warisan jiwa kebangsaan untuk mempertahankan tanah tumpah darah menjadi jiwa anak bangsa dari generasi ke generasi karena semangat ini diamini  setiap kali mereka menyanyikan lagu kebangsaan.
Momentum 17 Agustus 2014 rupanya dimanfaatkan oleh masyarakat desa Pantai Harapan dan desa Wuladoni untuk melakukan aksi heroik dengan perang tanding untuk membela dan mempertahankan tanah tumpah darahnya masing-masing.  Desa Pantai Harapan dan desa Wulandoni bertetangga dan bertahun-tahun, mereka menjalin sebuah persahabatan semu. Mereka hidup dalam kungkungan dan bukan kemerdekaan maka aksi perang tanding sesungguhnya merupakan sebuah teriakan untuk memerdekakan diri.
Tak perlu mencari kambing yang hitam dan menjadikan diri kita kambing putih untuk berdiri di antara kedua desa. Itu bukan berarti sama sekali tidak ada jembatan yang dapat menghubungkan kedua desa di atas. Teriakan perang tanding adalah gong yang tidak diinginkan oleh semua orang akan tetapi menjadi sebuah peringatan keras untuk segera diselesaikan. Yang hanya bisa menjembatani kedua bela pihak adalah Pemerintah daerah Lembata yang sedang menjalankan tugas di kabupaten Lembata.  Gong kekeraan harus disambut dengan gong perdamaian. Lebih cepat lebih baik.........

No comments:

Post a Comment