Makan bersama adalah bentuk rekonsiliasi yang paling bagus. Seringkali Yesus menggunakan cara ini yakni makan bersama.
Kita tahu bahwa Yesus makan bersama dengan Zakheus sang pemungut cukai. Zakheus bertobat hanya karena Yesus datang ke
rumahnya dan makan bersama.
Salah satu bentuk rekonsiliasi dalam tradisi orang Ataili adalah makan
bersama, dalam bahasa daerah “mupula tite kluosa we ta polasaka” artinya
satukan semua makanan dan mari kita makan bersama. Semua anggota keluarga yang
berseteru hadir dan makan bersama. Semuanya dihitung jangan sampai ada yang
terlewati. Masing-masing mempunyai senduk. Jika ada anggota keluarga berada di
tempat yang jauh juga dihitung dan pasang senduknya. Semua makan pada satu tempat
dalam bahasa daerah “skaler”. Tidak memakai piring masing-masing dan makan
harus cepat-cepat dan paling bagus kalau saling berebut dalam satu skaler.
Cara makan cepat-cepat mengingatkan kita pada Paska orang Yahudi ketika
mereka makan bersama sebelum keluar dari tanah perbudakan di Mesir karena
sebentar lagi Malaikat Maut akan Lewat.
Dalam tradisi orang Ataili ada seorang mediator berbicara sebelum
makan. Dia akan berbicara mengenai persoalan yang terjadi di antara kita. Jika
ada masalah di antara kita sekarang saatnya kita berdamai dalam bahasa daerah “apuj
nusesa wewasa” artinya bersihkan mulut dan lida kita jika kita telah berbuat
jahat terhadap orang lain. Berjanji agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang
sama. Konsekuensi pelanggaran lebih besar hukumannya. Hukuman bukan membayar
adat berupa uang melainkan tanggung jawab moral dalam hidupnya sendiri.
Biasanya orang yang melanggar, hidupnya akan selalu menderita. Ini adalah
kutukan secara alami dalam tradisi turun temurun. Dia sendiri menghukum
dirinya.
Tradisi ini tetap terpeliara dengan baik sejak nenek moyang orang
Ataili hingga sekarang.
No comments:
Post a Comment