Kebahagiaan sukar dicari tetapi penderitaan selalu ada bersama dengan
kita. Yesus berkata, "jika anda mau menjadi murid saya, anda harus memikul
Salib setiap hari. Ini adalah
konsekuensi pemuridan Kristus. Semua orang pasti mengejar kebahagiaan, tetapi
seberapa lama kebahagian itu akan bertahan? Memang sulit diprediksi. Harold S.
Kushner menulis bukanya “Derita, Kutuk atau Rahmat” adalah sebuah refleksi
pergumulan penderitaan dan imannya menambahkan buku ini dalam deretan best seller. Hari ini anda beruntung membeli
sepeda motor dengan cicilan Rp. 400.000,-sebulan tetapi betapa sukarnya anda harus
bekerja keras untuk selalu mendapatkan uang sebanyak Rp. 400.000,- sebulan untuk membayar cicilan tersebut.
Hari ini anda bisa bahagia bersenang-senang dengan teman-teman di pasar, minum
tuak sampai mabuk seolah-olah dunia adalah milik anda tetapi setelah pulang ke
rumah anda langsung dimarahi istri karena uang sayur dan ikan tak ada lagi. Hari
Minggu anda tidak ke gereja tetapi ngojek karena bayaran mahal tetapi setelah
pulang dari dari tempat ojek anda jatuh dari sepeda motor sehingga biaya rumah sakit dan pebaikan motor melampau hasil ojek pada hari
itu. Ada banyak orang menderita tetapi belum tentu ia tidak bahagia. Kebahagian
tidak bisa diukur menurut pandangan mata kita. Selama 2 tahun saya berjumpa dan
bergaul dangan para Pemulung. Mereka hidup di bawah tenda-tenda terbuat dari
kardus, makan seadanya. Mereka senang dengan pekerjaan itu. Selalu ada rejeki
setiap hari meskipun sulit diprediksi. Tidak seperti seorang pegawai Bank, akhir bulan ia tahu berapa banyak gaji saya.
Siapakah yang paling bahagia? Pemulung atau pegawai Bank.
Orang yang mengalami penderitaan berani dan pandai berbicara mengenai
penderitaan. Saya, seorang imam Pasionis belajar tentang spiritualitas penderitaan
dan
saya belum tentu berbicara sesuatu yang benar mengenai penderitaan. Jika
saya belum mengalami penderitaan
kemudian berbicara tentang penderitaan manusia
zaman ini, maka saya hanya gong dan
canang yang gemerincing.
Berteriak tentang keadilan, penderitaan, kemiskinan tanpa ada
pengalaman akan terasa hambar. Saya bisa katakan, jalan dari Lewoleba ke Wulandoni jelek tetapi saya tidak
pernah melewati jalan itu, hanya mendengar cerita orang. Apa yang saya katakan
adalah kebohongan besar karena tak punya
pengalaman mengenai jeleknya jalan itu. Orang yang berbicara sesuai dengan
pengalaman akan diperhitungkan sebagai suatu kebenaran tetapi bukan kebenaran mutlak.
SUSAH TUDAK
“Susah Tudak” artinya orang yang sedang dalam keadaan sedih, duka, derita,
sampai tak ada jalan keluar untuk mengatasinya. Ini adalah kesusahan permanen.
Harapan satu-satunya adalah Tuhan. Orang
yang hidupnya menghandalkan Tuhan dipuji oleh Yesus karena merekalah yang
memiliki Kerajaan Surga. Masyarakat Ataili khususnya dan umumnya masyarakat
Lembata-Flores Timur senantiasa mengalami “susah tudak”. Penderitaan adalah
bagian hidup mereka. Situasi ekonomi, geografis menjadikan mereka harus
bertahan dalam penderitaan. Mereka adalah orang beriman, hanya menghandalkan
Tuhan sebagai jawaban atas hidup mereka. Prosesi Bunda Maria, “Tuan Ma” setiap
hari Raya Jumat Agung di Larantuka adalah sebuah gambaran prosesi penderitaan
masyarakat. Refleksi penderitaan selama setahun penuh diluapkan dalam sebuah
prosesi “susah tudak” bersama dengan Bunda Maria.
Sebagai orang beriman dan sebagai manusia modern zaman ini hendaknya
menjadikan prosesi “susah tudak” sebagai momentum untuk bangkit dari
keterpurukan. Jika kita hanya bertahan pada prosesi “susah tudak” maka kita
belum bangkit dari keterpurukan itu. Telogi Salib hanya bertahan pada
posisinya dan tidak diteruskan pada Teologi Gloria maka sia-sialah iman kita.
Para pemimpin daerah Lembata-Flores Timur harus menyadari bahwa
masyarakatnya selama ini berziarah dalam sebuah prosesi “susah tudak”. Susah tudak karena tak ada padi dan jagung di lumbung, susah tudak
karena tak ada biaya anak sekolah, susah tudak karena atap rumah semakin bocor,
susah tudak karena gagal panen. Kabupaten Lembata belum bangkit seutuhnya. Kita
masih bertahan pada prosesi susah tudak. Hendaknya pemerintah daerah berusaha
bergerak dari prosesi “susah tudak” menuju prosesi “tutu geka”. Orang tertawa
dan tersenyum memandang anak-anaknya sebagai karunia yang berharga dan bukan
menjadi beban,susah tudak. Hendaknya pemerintah daerah memandang masyarakatnya
sebagai berkat dan bukan konsekuensi beban, susah tudak sebuah jabatan.
No comments:
Post a Comment