Di Ataili, ada istilah adat “Tue Ika Kopek, Muku Wulir”. Jika
diterjemakan lurus artinya memutarbalikan
ekor ikan dan tandan pisang. Apa arti yang sesungguhnya? Menurut adat
orang Ataili, sistem kekrabatan suku telah diatur oleh nenek moyang secara turun temurun. Tidak diketahui sejak kapan
pembentukan sistem itu. Suku-suku diatur dengan baik bahwa suku ini bisa menikah dengan suku tertentu. Suku ini memanggil suku itu, opun
dan sebaliknya pihak opun memanggilnya makin.
Dalam perjalanan waktu situasi berubah, pihak opun terbalik memanggil
pihak makin menjadi opun karena perkawinan anak-anak dengan sistem kekrabatan
terbalik. Hukum adat yang dikenakan karena memutarbalikkan sistem kekrabatan dengan
nama “tue ika kopek, muku wulir”. Berjalan pada posisi kesalahan satu orang
mungkin saja masih dalam taraf normal. Persoalannya bahwa kesalahan ini
seolah-olah dianggap sepele dan bukan kesalahan fatal maka orang lain juga
mengikuti cara yang sama. Saya memilih
pasangan asal suka-sama suka dan tidak lagi menurut aturan sistem suku. Tua-tua
adat terus menerus memberlakukan hukum “tue ika kopek, muku wulir”. Jika hal ini dibiarkan, maka sistem
kekrabatan suku-suku akan sangat kacau.
Sulit menentukan lagi siapa yang menjadi opun dan siapa yang menjadi makin.
Pada suatu ketika suku-suku tidak berfungsi lagi dalam sistem tata aturan
perkawinan.
Zaman makin modern sementara adat semakin melemah padahal adat
istiadat, tata aturan hidup sosial sejak nenek moyang sangat bagus dan
harmonis. Keharmonisan kehidupan bersama ditentukan juga oleh sistem kekrabatan
suku-suku. Dengan demikian masing-masing orang menghormati dan menghargai
sesama lain dengan memanggil opun dan makin. Panggilan opun dan makin memiliki nilai
adat dan kehalusan panggilan sementara itu kita memutarbalikkan keadaan seluruh
suku hanya karena kesalahan satu orang. Ya saya kira tidak sesuai. Oleh karena
itu, hendaknya hati-hati dalam memilih pasangan. Harus tahu dimana “ikan, ayam
yang sesungguhnya”, dan jangan tangkap milik orang lain. Saya berharap generasi
mendatang tidak lagi memberlakukan hukum adat “tue ika kopek, muku wulir”. Jika tidak, maka semakin hancurlah sistem
kekrabatan suku-suku di Ataili.
No comments:
Post a Comment