Bota Bujak

Bota Bujak
Ataili, kampung kecil, unik, menyimpan banyak misteri. Kekayaan warisan budaya, adat istiadat didaur ulang sehingga menjadi ramuan yang berguna demi kehidupan bersama. Ola glekat lewotana adalah kewajiban setiap anak tanah. Kritik sosial penting untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam era arus globalisasi. Tulis apa adanya, jangan menipu (bahasa lokal: akalbae).

June 26, 2013

REKONSILIASI DALAM TRADISI ORANG ATAILI


Makan bersama adalah bentuk rekonsiliasi  yang paling bagus. Seringkali Yesus  menggunakan cara ini yakni makan bersama. Kita tahu bahwa Yesus makan bersama dengan Zakheus sang pemungut cukai.  Zakheus bertobat hanya karena Yesus datang ke rumahnya dan makan bersama. 
Salah satu bentuk rekonsiliasi dalam tradisi orang Ataili adalah makan bersama, dalam bahasa daerah “mupula tite kluosa we ta polasaka” artinya satukan semua makanan dan mari kita makan bersama. Semua anggota keluarga yang berseteru hadir dan makan bersama. Semuanya dihitung jangan sampai ada yang terlewati. Masing-masing mempunyai senduk. Jika ada anggota keluarga berada di tempat yang jauh juga dihitung dan pasang senduknya. Semua makan pada satu tempat dalam bahasa daerah “skaler”. Tidak memakai piring masing-masing dan makan harus cepat-cepat dan paling bagus kalau saling berebut dalam satu  skaler.  Cara makan cepat-cepat mengingatkan kita pada Paska orang Yahudi ketika mereka makan bersama sebelum keluar dari tanah perbudakan di Mesir karena sebentar lagi Malaikat Maut akan Lewat.
Dalam tradisi orang Ataili ada seorang mediator berbicara sebelum makan. Dia akan berbicara mengenai persoalan yang terjadi di antara kita. Jika ada masalah di antara kita sekarang saatnya kita berdamai dalam bahasa daerah “apuj nusesa wewasa” artinya bersihkan mulut dan lida kita jika kita telah berbuat jahat terhadap orang lain. Berjanji agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama. Konsekuensi pelanggaran lebih besar hukumannya. Hukuman bukan membayar adat berupa uang melainkan tanggung jawab moral dalam hidupnya sendiri. Biasanya orang yang melanggar, hidupnya akan selalu menderita. Ini adalah kutukan secara alami dalam tradisi turun temurun. Dia sendiri menghukum dirinya.
Tradisi ini tetap terpeliara dengan baik sejak nenek moyang orang Ataili hingga sekarang. 

No comments:

Post a Comment